Sabtu, 09 November 2013

Nikmatnya Jadi Anggota DPR

Sedikitnya, ada 6 anggota DPR yang menjadi terpidana kasus korupsi ternyata masih mendapatkan dana pensiun. Sebut saja Angelina Sondakh dan Muhammad Nazaruddin Partai Demokrat dan Wa Ode Nurhayati dari Partai Amanat Nasional.

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Sidarto Danusubroto menyarankan sebaiknya mantan anggota DPR yang terjerat kasus hukum tidak diberikan dana pensiun. Karena itu ia mendukung dilakukan perubahan aturan yang memberikan dana pensiunan bagi setiap mantan anggota DPR.

"Saya mendukung perubahan (aturan). Adil tidaknya tergantung penilaian Anda," kata Sidarto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/11) kemarin.

Ketentuan dalam UU Keuangan Lembaga Tinggi masih memberi celah bagi para anggota dewan yang terlibat kasus hukum. Untuk tetap mendapatkan dana pensiun seumur hidup, sejumlah anggota DPR yang tersandung kasus mengajukan mundur. Hal tersebut diatur dalam UU MPR DPR, DPD, dan DPRD (MD3).

Menjadi anggota DPR memang enak. Menjadi terpidana kasus korupsi pun masih mendapatkan dana pensiunan. Apa saja kenikmatan-kenikmatan yang didapatkan oleh anggota DPR? Berikut yang berhasil dihimpun merdeka.com, Jumat (8/11):

1. Gaji anggota DPR terbesar keempat di dunia

Merdeka.com - Data Independent Parliamentary Standards Authority (Ipsa) dan Dana Moneter Internasional (IMF) terbaru, Indonesia berada di peringkat keempat dengan gaji anggota DPR paling besar di dunia. Data ini juga dirilis majalah Economist edisi 20-26 Juli 2013.

Berapa sebenarnya gaji anggota DPR di Indonesia hingga menjadi salah satu terbesar sejagat. Menurut data yang diperoleh merdeka.com, seorang anggota DPR yang duduk di kursi legislatif itu setiap bulannya mendapatkan gaji pokok sebesar Rp 15.510.000. Sementara mereka juga masih mendapatkan tunjangan listrik Rp 5.496.000, tunjangan aspirasi Rp 7.200.000, tunjangan kehormatan Rp 3.150.000, tunjangan komunikasi Rp 12 juta, dan tunjangan pengawasan Rp 2.100.000.

Apabila ditotal, jumlah bersih yang diperoleh seorang anggota DPR tiap bulan yakni Rp 46.100.000. Sehingga setiap tahunnya para anggota DPR mengantongi gaji sebesar Rp 554 juta. Asumsi ini tak berbeda jauh dengan data Ipsa dan IMF yang menyebut gaji anggota DPR di Indonesia USD 65.000 per tahun.

Jumlah Rp 554 juta per tahun di atas itu belum termasuk dengan gaji ke-13, dana penyerapan dan upah ikut serta dalam sidang yang digelar DPR. Gaji ke-13 yang diterima anggota setiap tahunnya sebesar Rp 16.400.000, dana reses atau aspirasi dapil yang didapat sebesar Rp 31.500.000.

Selain itu, dalam satu tahun sidang, ada empat kali reses. Jika ditotal, selama satu tahun dana reses totalnya sekitar Rp 118.000.000. Sementara penghasilan yang bersifat sewaktu-waktu yaitu dana intensif pembahasan rancangan undang-undang dan honor melalui uji kelayakan dan kepatutan sebesar Rp 5.000.000 setiap kegiatan serta dana kebijakan intensif legislatif sebesar Rp 1.000.000 setiap Rancangan Undang-Undang (RUU).

Jika dihitung jumlah keseluruhan yang diterima anggota DPR dalam setahun mencapai hampir Rp 1 milyar. Pada tahun 2007, data yang diperoleh setiap anggota DPR menerima uang sedikitnya Rp 787.100.000 tiap tahun.


2. Plesir ke luar negeri

Merdeka.com - Menjadi anggota DPR juga sering mendapatkan fasilitas mewah. Tak cuma itu, plesiran ke luar negeri berkedok studi banding pun kerap dilakukan.

Meski sering dikritik oleh banyak kalangan, anggota DPR tetap kerap melakukan kunjungan kerja ke luar negeri. Mereka berdalih ini penting dilakukan untuk study banding terkait RUU yang sedang digodog oleh DPR.

Padahal, tak jarang, para anggota Dewan yang terhormat ini kepergok sedang asyik berbelanja atau mengunjungi tempat-tempat wisata di luar negeri saat studi banding.

Belum lama ini, 25 anggota dewan dari Komisi VII DPR melakukan kunjungan kerja ke luar negeri. rombongan tersebut dipecah tiga sesuai negara tujuan.

Beberapa bulan yang lalu, Komisi VII DPR juga telah melakukan kunker ke Amerika Serikat dan Brazil untuk merumuskan RUU Keantariksaan dan Kedirgantaraan. Namun sampai sekarang, publik belum mengetahui hasil dari kunker yang diduga menghabiskan uang rakyat Rp 2.895.408.000 berdasarkan kalkulasi LSM Fitra.


3. Dapat uang pensiun meski jadi terpidana korupsi

Merdeka.com - Selain mendapat fasilitas dan berbagai kemudahan lainnya selama menyandang status wakil rakyat, saat pensiun pun anggota DPR tetap menerima dana pensiun tiap bulan selama seumur hidup.

"Iya (seumur hidup), memang undang-undangnya begitu, Undang-Undang Nomor 12 tahun 1980 bunyinya begitu. Masih berlaku lah sampai sekarang. (UU) tentang keuangan, pejabat negara, ada juga PP nomor 75 tahun 2000, masih berlaku," kata Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal DPR Winantuningtyastiti Swasanani beberapa waktu lalu.

Win, panggilan akrab Winantuningtyastiti, mengatakan tiap anggota DPR, mendapat uang pensiun yang berbeda, tergantung jabatan struktural. Minimal anggota Dewan mendapat uang pensiun enam persen sampai 75 persen tiap bulan. Aturan itu pun berlaku bagi semua mantan anggota dewan, termasuk yang diberhentikan karena korupsi.

Win menjelaskan, kalkulasinya masa kerja anggota Dewan dihitung per bulan. Misalnya dua periode menjabat jadi anggota Dewan, akan dapat maksimal 75 persen,

"Terus dihitung, kan misalnya nggak sampai Rp 300 ribu. Ada tunjangan anak istri suami 2 persen, ada beras 10 kilogram. Jadi sekitar Rp 3,7 juta lah per bulan untuk 2 periode," jelas Win.


4. Dapat honor meski tak ikut rapat

Merdeka.com - Sudah menjadi rahasia umum kalau ada anggaran dana untuk anggota DPR yang ikut rapat. Setiap kali rapat mereka dapat dana yang jumlahnya tidak sedikit. Dapat dibayangkan, berapa dana yang didapatkan oleh anggota DPR dari rapat-rapat itu, mengingat banyak sekali rapat yang dilakukan.

Bahkan, tak jarang juga rapat yang dilakukan oleh anggota DPR berlangsung di luar gedung DPR. Biasanya di tempat-tempat mewah seperti hotel berbintang. Bahkan, rapat tersebut kadang dibiayai oleh mitra kerja DPR.

Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan, Departemen Agama diduga membiayai rapat dengan panitia kerja di Dewan Perwakilan Rakyat. Biaya yang dianggarkan rapat itu mencapai Rp 1,23 miliar. Dana tersebut bersumber dari kutipan sebesar Rp 6.000 dari 205.000 anggota jemaah haji 2006.

Indonesia Corruption Watch juga telah melaporkan hal itu ke Badan Kehormatan DPR dan Komisi Pemberantasan Korupsi pekan lalu.

Dana itu, menurut salinan surat pejabat Departemen Agama, digunakan untuk rapat panitia kerja yang dibentuk Komisi VIII DPR. Mereka membahas Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji 2006. Rapat itu berlangsung belasan kali pada 31 Mei hingga 13 Juni 2005. Selain rapat di gedung DPR, pembahasan dilakukan di hotel di kawasan Karawaci, Tangerang, Banten. Setiap kali rapat, anggota Dewan mendapat uang transpor Rp 500 ribu.

Sumber: merdeka.com